Oleh ARDI WINA SAPUTRA –
Judul Buku : Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX –
Penulis : Peter Carey dan Vincent Houben –
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia –
Cetakkan : Maret 2016 –
Tebal : 80 halaman –
ISBN : 978-602-6208-16-3 –
Susi Pudjiastuti, siapa yang tidak mengenalnya? Menteri Kelautan dan Perikanan ini merupakan menteri wanita yang paling ditakuti oleh para bandit yang berusaha mengeruk kekayaan laut Indonesia. Bagaimana tidak? Keberaniannya dalam mengeksekusi kapal para pembajak nampaknya mampu membuat bulu kuduk para maling ikan ilegal merinding ketakutan. Kebijakannya yang cukup mendebarkan hati itu ternyata memiliki manfaat ganda, selain untuk menakuti para perompak, dia juga mampu mengembalikan keperkasaan wanita Jawa yang lama terpendam sejak ratusan tahun silam. Fenomena keperkasaan Susi ini berjalin berkelindan dengan buku yang ditulis oleh Peter Carey didampingi oleh Vincent Houben, bertajuk Perempuan-perempuan Perkasa.
Sampul buku Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX, karya Peter Carey dan Vincent Houben (2016)
Melalui tulisan terbarunya, Peter Carey berusaha untuk mendobrak keyakinan yang selama ini menjadi mitos masyarakat Jawa. Mitos tersebut sesungguhnya mendiskreditkan kaum wanita yang dinilai hanya bisa 3M yaitu, masak (memasak), macak (berdandan) dan manak (melahirkan). Mitos 3M sungguh sangat mengkerdilkan hak kaum wanita untuk berkembang. Penyebab mitos ini senada dengan tulisan Edward Said dalam bukunya berjudul Orientalisme (2010). Edward Said mengatakan bahwa dampak kolonialisme sangat mengerdilkan kekuasaan negara bekas jajahan. Bagi negara utara (khususnya Eropa), negara selatan dinilai sebagai simbol kecantikan atau keelokan yang layak untuk dieksploitasi. Negara Barat disimbolkan sebagai maskulin yang mendominasi, sedangkan Timur adalah feminim yang senantiasa menggoda maskulin sehingga maskulin tak bisa disalahkan.
Menersukan perjuangan Edward Said, Peter dengan tegas mengatakan dalam bukunya bahwa kolonialisme memiliki peran yang sangat besar untuk mengekang dan melemahkan kaum wanita. Pendapat tersebut diperkuat dalam temuanya mengenai roman berjudul Heilig Indie (India Suci) karya J.B. Ruzius. Dalam buku itu, tokoh utama yang bernama Raden Ayu digambarkan sebagai perempuan Jawa cantik jelita namun berkepala kosong (hlm 2). Sastra kolonial memang sengaja diciptakan demikian, hal itu seturut dengan ungkapan klasik Belanda (hlm 1) yang mengatakan bahwa Jawa sebagai bangsa yang paling lembut di dunia (de Javaan als de zachste volk ter aarde).
Peter Carey juga ingin membuktikan bahwa perempuan Jawa ternyata memiliki keperkasaan teramat dahsyat. Salah satu temuanya adalah keperkasaan perempuan Jawa abad ke-17 hingga 18. Saat itu, tidak sedikit dari permpuan Jawa yang tergabung dalam Korps Srikandi atau laskar wanita (hlm 20). Keberadaan Korps Srikandi ini diperoleh dari hasil laporan Francois Valentijn, misionaris yang menulis keberadaan para wanita tangguh ini dalam buku berjudul Nieuw Oost Indien (Yang Tua dan Yang Baru di Hindia Timur).
Laporan itu menyebutkan bahwa pada dasarnya perempuan Jawa mahir berkuda dan bersenjata bedil layaknya tentara pria pada umumnya. Bajunya pun disamakan dengan kaum adam. Keahlian Korps Srikandi dalam memainkan senjata perlu diwaspadai sehingga mereka dikenal sebagai kesatuan yang sangat mematikan. Tak jarang mayat mereka ditemui saat perang, berdampingan dengan mayat prajurit laki-laki di sekelilingnya. Fakta ini menunjukkan bahwa kesetaraan gender sebenarnya sudah ada di tanah Jawa sejak abad ke-17.
Berbicara tentang mitos, sesungguhnya para wanita Jawa abad 17 hingga 18 dikuatkan oleh cerita yang berpihak pada wanita. Mulai dari kisah pewayangan hingga kisah kisah spiritual lain yang menunjukkan kekuatan wanita, seperti halnya Drupadi. Dewi Drupadi merupakan istri Pandawa yang dipermalukan oleh Raja Dursasana dalam permainan dadu. Dia naik pitam hingga bersumpah tak akan menggelung rambutnya sebelum keramas dengan darah Dursasana. Selain kisah Drupadi, para wanita Jawa juga dikuatkan oleh kisah pendahulunya yaitu Ken Dedes. Ratu Singosari ini dipercaya memiliki vagina yang mampu mengeluarkan cahaya sehingga siapapun suaminya dan anak yang lahir dari rahimnya akan dinobatkan sebagai raja. Salah satu suaminya adalah Ken Arok yang berasal dari rakyat jelata.
Mitos yang tak kalah menarik dan dipercaya hingga sekarang adalah mitos Nyi Roro Kidul atau yang biasa dikenal dengan penguasa Pantai Selatan Jawa. Bagi Raja Jawa, khususnya Raja Jawa Tengah, menjalin hubungan dengan Nyi Roro Kidul amatlah penting untuk menjaga kelestarian wilayah kerajaan dan kemakmuran rakyat. Hingga saat ini tradisi tersebut masih dipercaya. Memberi persembahan pada Nyi Roro Kidul juga dapat dianggap sebagai representasi menjaga bentuk keseimbangan kosmos agar tetap serasi dan selaras.
Sayang sungguh sayang, mitos dan fakta yang pada dasarnya mengagkat derajat kaum wanita tersebut berubah seratus delapan puluh derajat setelah perang Jawa. Kehadiran Dandles yang sangat patriarkat mampu melesapkan keperkasaan wanita Jawa. Roman-roman serta buku-buku sejarah Jawa yang melemahkan kaum wanita pun mulai ditulis setelah perang Jawa berakhir. Hingga abad ke 19, tak banyak roman tandingan yang mampu meluruskan kembali keperkasaan wanita Jawa yang telah lama sirnah, seperti halnya Bumi Manusia karya Pramodya Ananta Toer. Namun sayang, Pram seperti berjuang sendirian di tengah kepungan arus roman lain yang telah menganak sungai di hati masyarakat.
Membaca buku Peter Carey yang ringan di tangan dan ringan di kepala ini seolah mampu membuat kita lebih menghargai hak-hak kaum wanita yang telah lama ditenggelamkan oleh kaum patriarki kolonialis. Sudah saatnya wanita Jawa dihargai keberadaanya, dijunjung tinggi martabatnya, dan dikuak kembali keperkasaannya yang telah lama pudar ditelan zaman. Semoga setelah membaca buku ini, muncullah Susi-Susi baru yang karyanya sungguh perkasa, sungguh berguna bagi nusa dan bangsa.
_________
Ardi Wina Saputra, anggota Pelangi Sastra Malang