oleh Arie Wahyu Prananta
Awal Januari 2020 sampai hampir pertengahan bulan Juni 2020 sekarang ini, sejak munculnya wabah Covid19” korban per hari Kamis yang disampaikan Juru bicara Satgas Covid 19 berjumlah 28.818. Jumlah yang semakin meningkat penambahkan -penambahan kasus semcam ini seakan dunia disadarkan pada kehebohan kedasyatan mampu membunuh jutaan umat manusia di muka Bumi yang kita cintai ini. Sejarah akan mencatat wabah ini menjadi wabah yang mengancam jumlah popoulasi manusia, Manusia seakan dihadapkan pada sebuah realitas sosial yang sama sekali baru bahkan mungkin tidak ada dalam benak manusia sekalipun akan berada dalam Era pandemic seperti sekarang ini. Menundukkan organisme kecil seakan menjadi sebuah fakta sosial yang hampir-hampir mustahil, Apakah sudah saatnya Manusia harus beradapatasi dalam sebuah siklus ekososiologi yang sangat structural dan mendasar dalam pola kehidupan manusia itu sendiri?
Bahkan Spekulasi pemikiran yang lain cukup banyak bahakan ada sudut pandang melihatnya melihat munculnya wabah ini dikaitkan dengan geopolitik dan geostrategi pertarungan dunia Global, sementara ada perspektif yang lain adalah jalan secara ekonomi ini menjadi celah peluang ekonomi dan bisnis. Sementara perspektif kesehatan melihat bahwa ini salah satu jenis virus yang tidak muncul begitu saja ada tapi ada perubahan mutasi Genetik susunan DNA dari virus tersebut dimana dunia virologi dan biomolekuler sampai saat ini masih berjuang memecahkan struktur genetik dan kunci DNA dari virus ini. Bahkan lebih ekstrim dikatakan oleh para pakar pandemic bahwa wabah ini muncul akibat ketidak seimbangan ekosistem dalam rantai ekologi dimana jumlah manusia dan ruang hidupnya berbanding terbalik, akhirnya alam akan melakukan seleksinya, dimana adapatasi adalah kunci penting dalam situasi sekarang ini. Artinya sampai sekarang masih menjadi perdebatan yang tidak habis2nya di viralkan dalam media sosial baik cetak maupun online.
Sementara tulisan ini mencoba lebih berfokus melihat dampak wabah pandemic dari pengembangan Jasa Pariwisata. Industri Jasa Parawisata, Industri Jasa Pawisata adalah industri yang terkena dampak pertama kali dan pulihnya paling belakangan. Pertumbuhan industri Wisata yang melesat naik sampai akhir 2019 mampu menyumbang PDBR 15% dan devisa Rp 2.750 Trilliun serta dari tahun ke tahun menunjukkan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 13 juta orang, dengan indeks daya saing meningkat rata 30% per tahun. Industri pariwisata adalah industri yang mampu mengkolaborasikan semua sektor baik sosioekologis dalam kehadiran bentang SDA yang cukup banyak dan bervariasi di Indonesia kemudian bisnis UKM, Jasa Travel, perhotelan dan Industri Ekonomi kreatif.
Bagaimana dengan situasi dan kondisi Indonesia sekarang, sektor Jasa Industri Pariwasata adalah Industri yang yang pertama kali terkena dampak, betapa tidak berdamapak pada industry Jasa Pariwisata ini, jika kita mengikuti protocol kesehatan harus selalu pakai masker, terus dilarang bepergian, menjauhi keramaian, selalu jaga jarak (social distancing) sampai Physical distancing. Artinya kondisi ini berlawanan dengan identitas Jasa Industri Pariwisata yang ada serta karaena adanya perubahan habitual dari Industri wisata iitu sendiri. Belum lagi semua daerah menerapakan kebijakan PSBB yang memeriksa dengan ketat semua yang masuk dan keluar. Artinya realitas sosial yang ada diatas sepertinya menjadi sebuah fakta sosial yang harus dihadapi mau tidak mau manusia dipaksa mengikuti situasi seperti hal tersebut. Tidak ada yang salah dalam mentaati protokol kesehatan yang sudah ada, bahkan wajib.
Bagaimana dengan dengan New Normal sepertinya sekarang ini nampaknya menjadi masa transisi dan tranformasi apakah menjadi jalan baru anti klimaks dari situasi dan kondisi yang ada sekarang. Pertanyaan kunci yang ada dalam benak kita semua kapan pandemic ini berakhir, masa-masa transisi di era New Normal yang sekarang ini menjadi bentuk tawaran-tawaran paling tidak ada baru bentuknya lebih khusus di era bisnis baru Jasa Wisata, kunci dalam situasi New Normal sepertinya hanya beradaptasi dan tetap mencoba mencari peluang ddengan mengembangkan model baru pariwisata dengan cara mentransformasikan dalam sebuah industri pariwisata yang baru dalam industry jasa wisata. Sepertinya Anti tesa industry wisata yang “berartificial”, berartificial disini adalah merubah dalam bentuk lain yang bentuknya sama. Kunci pokok yang lain adalah beradapatasi dengan kondisi yang ada, karena hanya dengan adaptasi saja industr jasa pawisata ini akan mulai menapakkan kaki pada pijakan baru walaupun memang butuh waktu yang cukup bertahan hidup dalam situasi pandemic seperti sekarang ini.
*Artikel ini telah dimuat sebelum pada Times Indonesia edisi 6 Juni 2020 dengan judul “Adaptasi, Kunci Industri Jasa Pariwisata Memasuki Era New Normal” (teks asli) dan telah mendapatkan ijin dari penulis untuk diterbitkan kembali dengan penyuntingan seperlunya dari editor opini CCFS UB.
Arie Wahyu Prananta adalah Dosen Sosiologi, Universitas Trunojoyo Madura [Email : wahyubroo@gmail.com].